Vaksin COVID-19: Hak atau Kewajiban
Oleh Christina Clarissa Intania, Yustika Ardhany, dan Raudhatul Jannah (Tim Riset Hukum ARJUNA)
I. Covid-19 dan Vaksinasi
COVID-19 sudah merebak di dunia lebih dari satu tahun sejak November 2019.¹ Kasus pertama ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat Cina, di mana saat itu masih disebut sebagai penyakit dengue yang misterius.² Penyebaran COVID-19 di Indonesia dimulai dari dua pasien pertama yang terjangkit pada tanggal 2 Maret 2020. Hingga Selasa, 23 Maret 2021, telah ada 122.922.844 kasus positif COVID-19 dan 2.711.071 orang meninggal dunia karena COVID-19.³ Sementara di Indonesia, hingga Selasa, 23 Maret 2021, ada 1.471.225 kasus positif COVID-19 dan 39.865 orang yang telah meninggal dunia karena COVID-19.⁴ Ada banyak kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia selama adanya COVID-19 untuk mengurangi penyebarannya, salah satunya yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, PSBB saja belum cukup untuk benar-benar mengurangi angka penyebaran COVID-19. Maka dari itu, vaksin untuk COVID-19 mulai diciptakan sebagai langkah kongkret berikutnya dari dunia medis, yang sifatnya mencegah, untuk mengurangi penyebaran COVID-19 di dunia.
Pengerjaan vaksin dimulai pada bulan Januari 2020.⁵ Proses pengembangan vaksin biasanya memakan waktu satu dekade, tetapi pengembangan vaksin COVID-19 ditekan sedemikian mungkin karena adanya urgensi pandemi global.⁶ Vaksin, sebelum siap diedarkan dan digunakan, harus melewati beberapa fase yang di antaranya: a) pengujian pra-klinis; b) fase pertama: uji coba keamanan; c) fase kedua: uji coba yang diperluas; d) fase ketiga: uji kemanjuran; e) persetujuan awal; dan f) persetujuan.⁷ Hingga saat ini sudah ada 12 vaksin yang disetujui dan/atau mengantongi izin darurat, yaitu yang dikelola oleh (atau sebagian dengan nama) Pfizer, Moderna, Sputnik V, AstraZeneca, Convidecia, Johnson & Johnson, EpiVacCorona, Sinopharm, Sinovac, Wuhan Institute of Biological Products, Bharat Biothech, dan CoviVac.⁸
Indonesia telah membeli sejumlah merek vaksin. Vaksin-vaksin yang akan beredar di Indonesia adalah dari merek Sinovac, Novavax, AstraZeneca, Pfizer, dan Covax.⁹ Penerima vaksin di Indonesia terbagi menjadi enam prioritas yaitu: 1) tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya; 2) tokoh masyarakat/agama, pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, dan perangkat rukun tetangga/rukun warga; 3) guru/tenaga pendidik dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA, atau setingkat/sederajat, dan perguruan tinggi; 4) aparatur kementerian/lembaga, aparatur organisasi perangkat Pemerintah Daerah, dan anggota legislatif; 5) masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi; dan 6) masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya.¹⁰
Jika pemberian vaksin merata, maka produktivitas masyarakat juga akan meningkat sehingga dapat memperbaiki kondisi ekonomi yang dinilai telah menurun drastis saat pandemi hadir. Di sisi lain, vaksinasi juga dapat memberikan perlindungan kesehatan, keselamatan, dan keamanan bagi masyarakat. Namun, setelah tahapan vaksinasi dilaksanakan, masyarakat tetap perlu menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan. Alasan mengenai pentingnya pemberian vaksin massal telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo sebagai berikut:¹¹
“Pengendalian pandemi terutama melalui vaksinasi adalah game changer, adalah kunci yang sangat menentukan agar masyarakat bisa bekerja kembali, anak-anak kita bisa belajar di sekolah lagi, agar kita bisa kembali beribadah dengan tenang, dan juga agar perekonomian nasional kita segera bangkit.”
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, juga menyampaikan:¹²
“Vaksin yang saat ini digunakan akan memberikan perlindungan manusia dan mengurangi risiko penularan hingga 30 persen. Sedangkan tanpa perlindungan vaksin, risiko terpapar COVID-19 akan menjadi tiga kali lebih besar, dibanding orang yang mendapatkan vaksinasi COVID-19.”
Berdasarkan penjelasan tersebut, pemberian vaksin massal memiliki tujuan dan manfaat yang baik bagi masyarakat. Faktor kesehatan menjadi alasan utama pelaksanaan vaksinasi tersebut. Di sisi lain, tujuan pemberian vaksin juga demi memulihkan perekonomian masyarakat yang terdampak akibat pandemi COVID-19. Jika pemberian vaksin massal tersebut berhasil, maka Indonesia akan berada dalam tatanan kehidupan yang jauh lebih baik.
Dalam Pasal 13A Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 disebutkan bahwa setiap orang yang sudah terdata menjadi sasaran penerima vaksin COVID-19 wajib untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Pengecualian hanya berlaku untuk yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin COVID-19 sesuai dengan indikasi vaksin COVID-19 yang tersedia.¹³ Jika yang terdaftar tidak mengikuti vaksinasi COVID-19, maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a) penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; b) penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau c) denda.¹⁴ Dalam Pasal 13B Perpres tersebut juga disebutkan jika peserta terdaftar tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 dan menghambat jalannya proses vaksinasi, maka akan mendapat sanksi sesuai dengan Pasal 13A dan dapat diberi sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Adanya sanksi bagi peserta terdaftar yang menolak mengikuti vaksinasi COVID-19 menjadi sorotan tentang persepsi vaksinasi sebagai hak dan sebagai kewajiban.
II. Vaksin Sebagai Hak
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.¹⁵ Lebih lanjut, Soerjono Soekanto membedakan hak menjadi dua bagian yaitu:¹⁶
1. Hak searah atau relatif, di mana umumnya hak ini muncul dalam hukum perikatan atau perjanjian. Contohnya hak menagih atau hak melunasi prestasi.
2. Hak jamak arah atau absolut, yang terdiri dari hak kepribadian, hak atas kehidupan, hak tubuh, hak kehormatan dan kebebasan, hak kekeluargaan, hak suami istri, hak orang tua, hak anak, hak atas objek imaterial, hak cipta, merek, dan paten.
Hak, sebagaimana didefinisikan oleh Prof. Dr. Notonagoro, dapat mengarah ke penerimaan vaksin sebagai suatu hal yang opsional dimiliki oleh warga negara. Dalam artian, setiap warga negara berhak menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima yaitu vaksin tanpa ada paksaan dari pihak mana pun termasuk negara. Lebih lanjut, apabila merujuk pada pembagian hak yang dikategorikan oleh Soerjono Soekanto, maka vaksin COVID-19 termasuk dalam hak absolut yakni dalam kategori hak atas kehidupan. Di mana, tiap warga negara berhak mendapatkan vaksin COVID-19 agar kehidupannya terjamin berlangsung secara sehat dan terbebas dari dampak pandemi COVID-19.
Ahli epidemiologi Universitas Airlangga Windhu Purnomo meminta pemerintah tak mengategorikan keengganan masyarakat untuk disuntik vaksin COVID-19 sebagai penolakan yang berbuntut sanksi. Dikarenakan setiap warga negara memiliki hak untuk menerima pelayanan kesehatan, sementara pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, bukan malah menyamaratakan kewajiban pemerintah menjadi kewajiban masyarakat.¹⁷
Vaksinasi COVID-19 sebagai hak juga tertuang dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Tidak hanya itu, Pasal 34 UUD NRI 1945 juga menjelaskan terkait kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, serta memenuhi hak atas jaminan sosial bagi warga negaranya, dengan rincian:
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Pada Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 tersebut menyatakan “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”, di mana tanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan dibebankan oleh negara, bukan masyarakat. Sehingga, konstitusi tertulis Indonesia mewajibkan negara untuk memenuhi hak warga negaranya di bidang kesehatan.
Hak masyarakat atas kesehatan tidak hanya diatur dalam konstitusi, tetapi juga terdapat pada Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyatakan setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Pengaturan vaksin sebagai hak yang diterima masyarakat juga diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menyatakan yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan bagi dirinya”. Aturan tersebut menerangkan vaksinasi merupakan hak pilihan seseorang untuk memilih cara pengobatan termasuk menggunakan vaksin atau tidak.
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU Sistem Jaminan Sosial Nasional) juga menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sehingga, vaksin yang notabenenya merupakan kebutuhan akan kesehatan agar terbebas dari COVID-19 dikategorikan sebagai hak yang dimiliki oleh masyarakat.
III. Vaksin Sebagai Kewajiban
Kewajiban menurut Prof. R. M. T. Sukamto Notonagoro adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh pihak tertentu dan bisa dituntut paksa oleh orang yang berkepentingan. Kewajiban dapat timbul karena keinginan dari diri sendiri dan orang lain. Kewajiban ini bisa muncul dari hak yang dimiliki oleh orang lain. Sedangkan menurut John Salmond, kewajiban adalah hal yang harus dilakukan oleh seseorang dan akan mendapatkan sanksi jika tidak melakukan hal tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kewajiban memiliki daya paksa yang kuat sehingga wajib dilaksanakan atau dilakukan oleh pihak yang memiliki kewajiban. Hal yang mewajibkan seseorang tersebut dapat berasal dari luar diri (eksternal) dan dapat pula berasal dari kemauan atau itikad diri sendiri.
Mengacu pada definisi kewajiban yang disampaikan oleh Prof. R. M. T. Sukamto Notonagoro dan John Salmond, maka bisa dipastikan bahwa klasifikasi vaksin COVID-19 sebagai kewajiban akan memberikan dampak pemberlakuan hukuman atau sanksi bagi warga negara yang tidak bersedia divaksin. Mengingat salah satu karakteristik kewajiban adalah dapat dituntut paksa oleh pihak yang berkepentingan. Sehingga hal tersebut akan mengakibatkan warga negara tidak memiliki opsi lain selain mengikuti vaksinasi yang diselenggarakan guna menghentikan penyebaran COVID-19. Penyebaran COVID-19 dapat berhenti jika kekebalan kawanan (herd immunity) di masyarakat tercapai, dan ini bisa dicapai dengan vaksinasi.¹⁸ Dibutuhkan setidaknya sebanyak 50–60% dari populasi menjalani vaksinasi untuk menciptakan efek dari herd immunity.¹⁹ Dari jumlah ini, maka penting bagi masyarakat untuk kooperatif menerima vaksinasi demi menghentikan penyebaran COVID-19.
Pemberlakuan vaksin sebagai kewajiban tergolong dalam pembagian kewajiban yang bersifat yuridis. Hal tersebut diakibatkan oleh ketentuan mewajibkan vaksinasi merujuk kepada Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan), di mana sanksinya adalah sebagai berikut:
“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.”
Hal tersebut didasari karena menurut Pasal 15 ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan, pemberian vaksinasi merupakan salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan.
Pasal 28J UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di samping memiliki hak untuk akses terhadap kesehatan, masyarakat juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Salah satu implementasi penghormatan hak asasi orang lain adalah dengan mengikuti vaksinasi. Hal tersebut didasari karena manusia wajib pula menghargai hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan serta hak atas akses kesehatan orang lain. Sehingga vaksinasi merupakan kewajiban agar ikut serta dalam pencegahan penularan virus Covid-19 yang dapat meresahkan dan merenggut hak orang lain jika sampai tertular. Hal tersebut tentunya terjustifikasi mengingat pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 telah menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 serta melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 telah menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional.
Penegasan vaksin sebagai kewajiban juga dilontarkan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej yang menyatakan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia diwajibkan melakukan suntik vaksin COVID-19 yang diselenggarakan oleh negara.²⁰
IV. Kesimpulan
Berdasarkan analisis tersebut, maka vaksin merupakan sebagai sebuah hak dan juga kewajiban. Vaksin merupakan sebuah hak dalam arti warga negara berhak menerima vaksin COVID-19 tercapainya hidup yang sehat dan terbebas dari dampak pandemi COVID-19. Hal ini didukung lewat: a) Pasal 28H UUD NRI 1945, yang salah satunya menjamin diperolehnya pelayanan Kesehatan; b) Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menjelaskan tanggung jawab negara atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak; c) Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyatakan setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya; d) Pasal 5 Ayat (3) UU Kesehatan menyatakan yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan bagi dirinya”; dan e) Pasal 19 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional juga menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Vaksinasi, di sisi lain, juga merupakan sebuah kewajiban. Hal ini dikarenakan vaksinasi dibutuhkan untuk menghentikan penyebaran COVID-19 yang bisa menjamin kesehatan dan keselamatan bersama, sehingga diperlukan adanya pelaksanaan vaksinasi yang menyeluruh. Hal ini tercermin dalam Pasal 28J UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Vaksinasi juga sebuah kewajiban berdasarkan Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan sanksi bagi yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan.
Catatan Kaki
¹Khadijah Nur Azizah, “Dugaan Kasus Pertama Virus Corona Di China Terdeteksi Pada November 2019,” accessed March 1, 2021, https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5004285/dugaan-kasus-pertama-virus-corona-di-china-terdeteksi-pada-november-2019.
²The Economic Times, “Mutations, Unusual Symptoms, and Other COVID-19 Mysteries That Remain Unsolved,” accessed March 1, 2021, https://economictimes.indiatimes.com/magazines/panache/mutations-unusual-symptoms-and-other-covid-19-mysteries-that-remain-unsolved/articleshow/76069646.cms.
³World Health Organisation, “WHO Coronavirus (Covid-19) Dashboard,” accessed March 1, 2021, https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019?gclid=Cj0KCQjwo-aCBhC-ARIsAAkNQis3MhqcleqWcsZe0ZasJyB9wWaFrAH72YNOtBgLSBBNLOCF0eEW3voaAksKEALw_wcB.
⁴Satuan Tugas Covid-19, “Data Sebaran,” accessed March 1, 2021, https://covid19.go.id/.
⁵Carl Zimmer, Jonathan Corum, and Sui-Lee Wee, “Coronavirus Vaccine Tracker,” accessed March 1, 2021, https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html.
⁶Milken Institute, “Covid-19 Vaccine Tracker,” accessed March 23, 2021, https://www.covid-19vaccinetracker.org/ .
⁷Zimmer, Corum, and Wee, “Coronavirus Vaccine Tracker.”
⁸Ibid.
⁹Firdaus Anwar, “Update 5 Jenis Vaksin COVID-19 Dan Harganya Di Indonesia,” n.d.
¹⁰Pasal 8 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019
¹¹Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Presiden: Vaksinasi Adalah Game Changer Dalam Pengendalian Pandemi,” accessed March 1, 2021, https://www.setneg.go.id/baca/index/presiden_vaksinasi_adalah_game_changer_dalam_pengendalian_pandemi.
¹²Sania Mashabi, “Kemenkes: Vaksinasi Penting Untuk Kurangi Tingkat Keparahan Dan Kematian Covid-19,” accessed March 1, 2021, https://nasional.kompas.com/read/2021/01/23/21482001/kemenkes-vaksinasi-penting-untuk-kurangi-tingkat-keparahan-dan-kematian.
¹³Vide Pasal 13A ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
¹⁴Vide Pasal 13A ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
¹⁵Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN UUD 45,” accessed March 1, 2021, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732.
¹⁶Soerjono Soekanto; Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta. 2009
¹⁷CNN Indonesia, “Tolak Sanksi, Ahli Ingatkan Vaksin Hak Warga Negara,” accessed March 1, 2021, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210216063727-20-606662/tolak-sanksi-ahli-ingatkan-vaksin-hak-warga-negara.
¹⁸Alvin Powell, “Vaccines Can Get Us to Herd Immunity, despite the Variants,” accessed March 19, 2021, https://news.harvard.edu/gazette/story/2021/02/vaccines-should-end-the-pandemic-despite-the-variants-say-experts/.
¹⁹Ibid.
²⁰Hanni Sofia, “Vaksinasi, Antara Hak Dan Kewajiban Warga Negara,” accessed March 1, 2021, https://www.antaranews.com/berita/1943320/vaksinasi-antara-hak-dan-kewajiban-warga-negara.